hukum membaca tahlil
hukum membaca tahlil

Tata Cara Iktikaf di Masjid Sesuai Dengan Tuntunan Rasulullah

Diposting pada

Table of Contents

Tata Cara Iktikaf di Masjid Sesuai Dengan Tuntunan Rasulullah

tata-cara-iktikaf
Pixabay

Tata cara iktikaf mudah sekali. Duduk, diam saja tapi harus diawali niat dalam hati.

Iktikaf merupakan salah satu ajaran Islam yang perlu kita jaga dan kita lestarikan. Dengan cara bagaimana kita menjaga dan melestarikan iktikaf ? Yaitu dengan cara menjalankannya setiap kali kita datang ke masjid.

Jadi, setiap kita datang ke masjid, jangan lupa niat itikaf dan menjalankan iktikaf.

Agar kita bisa menjalankan itikaf dengan baik dan benar, tentu kita harus tahu ilmu dan pengetahuan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Dalam artikel ini kita  akan membahas  Materi tentang iktikaf, definisi iktikaf, syarat iktikaf,  rukun iktikaf, hal-hal yang membatalkan iktikaf dan tata cara iktikaf di masjid sesuai dengan sunnah nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam.

 

Definisi Iktikaf

Sebelum penulis uraikan panjang lebar tentang tata cara iktikaf, yuk kita bahas definisi iktikaf dulu.

Secara bahasa, iktikaf artinya berdiam diri di atas sesuatu dan menetapkannya. Baik dalam keadaan kebaikan atau keburukan. Secara terminologis, iktikaf artinya berdiam di dalam masjid yang dilakukan oleh orang tertentu disertai dengan niat iktikaf.

Kita menjalankan iktikaf berdasarkan beberapa Dalil dari Al Quran dan Al Hadist.

Dalil iktikaf dalam Al Quran adalah Firman Allah yang terdapat di dalam surat Al Baqarah ayat 187. Di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Tetapi jangan kalian campuri mereka ketika kalian berada di dalam masjid…” (QS al-baqarah 187)

 

Allah juga berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 125 . Allah telah berfirman sebagai berikut:

أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“Bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang thawaf, orang yang itikaf orang yang rukuk dan orang-orang yang sujud” (QS Al Baqarah: 125)

 

Dalil iktikaf di masjid

iktikaf artinya
Pixabay

Dalil tata cara iktikaf di masjid ada dalam sunnah  baginda nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam.

Hal ini sebagaimana  yang tercantum di dalam  hadist Shahih Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
“Rasulullah beriktikaf pada 10 hari pertama bulan Ramadhan, pada 10 hari terakhir dan memilih membiasakannya hingga akhir hayat beliau” setelah itu para istri beliau mengikuti praktek iktikaf tersebut.

Ternyata bukan hanya iktikaf yang sangat dianjurkan saat ada dalam masjid. Sebelum kita masuk masjid, kita juga dianjurkan  untuk berdoa dengan doa masuk masjid. Berikut ini bacaan lengkap doa masuk masjid .

Itikaf merupakan syariat  tempo dulu. Artinya iktikaf sudah di syariatkan oleh Allah sejak nabi nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam.

Hal ini seperti yang disinyalir pada ayat ke 2 di atas. Yaitu ayat:

وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Lafadz Arab : Wa iż ja’alnal-baita maṡābatal lin-nāsi wa amnā, wattakhiżụ mim maqāmi ibrāhīma muṣallā, wa ‘ahidnā ilā ibrāhīma wa ismā’īla an ṭahhirā baitiya liṭ-ṭā`ifīna wal-‘ākifīna war-rukka’is-sujụd

“Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang thawaf orang yang itikaf orang yang rukuk dan orang yang sujud… “ (QS. Al Baqarah: 125)

Para ulama telah sepakat tentang di syariatkannya iktikaf. Kadar waktu minimal iktikaf Adalah diam di dalam masjid walaupun sebentar saja, asalkan disertai dengan niat. Setiap orang yang masuk ke dalam masjid disunahkan untuk mengucapkan niat iktikaf.

 

Berikut lafad iktikaf yang  bisa kita ucapkan. Kita bisa membacanya dalam hati saja atau di lafadkan dengan lisan.

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيهِ

Bacaan latin: Nawaitu an a‘takifa fī hādzal masjidi mā dumtu fīh.

Arti dan terjemahnya, “Saya berniat itikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.”

Lafad niat iktikaf ini diambil dan dikutip dari Kitab Tuhfatul Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj.

Lafal itikaf lain yang dapat digunakan adalah lafal berikut ini. Lafal niat itikaf ini dikutip dari Kitab Al-Majmu’ syarah Muhadzab karya Imam An-Nawawi:

نَوَيْتُ الاِعْتِكَافَ فِي هذَا المَسْجِدِ لِلّهِ تَعَالى

Bacaan latin: Nawaitul i’tikāfa fī hādzal masjidi lillāhi ta‘ālā.

Arti dan  terjemahnya: “Saya berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah SWT.”

Keterangan niat iktikaf ini sebagaimana terdapat dalam Islam.nu.or.id

Hukum Iktikaf

hukum iktikaf
Pixabay

Hukum iktikaf atau hukum menjalankan tata cara Iktikaf adalah sunnah atau mustahab. Iktikaf bisa dilaksanakan kapanpun.

Baik dilaksanakan pada bulan Romadhon atau pada bulan selain Ramadhan. Menjalankan iktikaf ramadhan ini berdasarkan ijma’ serta dari dalil yang bersifat mutlak.

 

Tahukah anda,

Iktikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan itu lebih utama daripada itikaf pada bulan Ramadhan di hari yang lain.

Apa alasannya?

Karena kita punya tujuan untuk mengharap datangnya malam Lailatul Qadar dan mengisi malam itu dengan ibadah ibadah seperti salat, membaca Al-Quran, membaca sholawat dan memperbanyak membaca doa.

Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang paling utama dibandingkan malam-malam lain dalam satu tahun. Allah berfirman dalam Al-Quran:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“…Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan” (QS Al Qadr: 3)

Maksudnya adalah lebih baik daripada beramal selama 1000 bulan. Yang mana didalam bulan bulan itu tidak terdapat malam Lailatul Qadar.

 

Dalam Asmaul Husna yang disebutkan bahwa:
“Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar karena iman kepada Allah dan mengharap pahala maka semua dosanya yang telah lalu pasti ada ampunan Allah”

 

Lailatul qadar hanya ada pada hari terakhir bulan Ramadhan. Menurut jumhurul ulama’, malam lailatul qodar turun pada malam-malam yang ganjil.

Imam Syafi’i cenderung memilih malam lailatul qadar terjadi pada malam tanggal 21 atau 23 Romadhon.

Menurut pendapat sebagian ulama’, setiap tahun lailatul qadar selalu berpindah dari suatu malam ke malam yang lain. Tentu pendapat ini dengan mengompromikan berbagai dalil yang ada.

Pendapat yang rajih, menurut mayoritas ulama lailatul qadar terjadi pada malam 27 Ramadhan.

Dalam hadits muttafaq alaih dari Ibnu Umar disebutkan bahwa:
Beberapa orang sahabat nabi bermimpi menyaksikan lailatul qadar pada 7 hari terakhir bulan Ramadan kemudian Rasulullah bersabda aku menduga mimpi Kalian bertepatan pada 7 hari terakhir bulan Ramadhan.

Orang yang bersungguh-sungguh ingin menemukan lailatur qodar, bersungguh-sungguhlah pada 7 hari terahir.

Ibnu Abbas dan Ubay berkata, “Malam lailatul qodar bertepatan dengan malam 27 Ramadhan.”

Abu Dawud meriwayatkan secara marfu’ dari Muawiyah bin Abi Sufyan dari nabi beliau bersabda tentang lailatul qadar ia terjadi pada malam 27 Ramadhan.

 

Al Muzani dan Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa Lailatul Qadar berpindah pindah waktunya pada 10 malam terakhir Ramadhan, dengan mengompromikan beberapa pendapat yang ada.

Imam An-Nawawi berkomentar dalam Kitab Arraudhah dan menegaskan dalam Al majmu’, pendapat terakhir merupakan pendapat yang dhohir dan Mukhtar (terpilih).

Akan tetapi nabi menyebutkan bahwa lailatul qadar muncul hanya pada 10 hari terakhir romadhon. Pernyataan ini menetapkan bahwa lailatul qadar muncul pada suatu malam tertentu tidak berpindah-pindah.

Tahukah anda, bahwa hikmah dibalik dirahasiakannya Lailatul Qadar adalah agar kita lebih giat berusaha dan sungguh-sungguh mencarinya pada seluruh bulan Romadhon.

Salah satu  tanda turunnya lailatul qadar ditandai salah satunya dengan udara yang terasa sejuk, tidak panas dan tidak pula dingin. Dan pada pagi harinya matahari terbit dengan terang tanpa banyak sorotan sinar.

Pada saat lailatul qadar kita dianjurkan untuk memperbanyak doa sebagai berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fu Anna
Artinya “Ya Allah Sesungguhnya engkau maha pengampun serta menyukai ampunan maka ampunilah aku”

BACA JUGA :   Ketua KPU RI: Viral Hasil Pemilu di Melbourne, Australia, Ini Tanggapannya!

Tapi abyangkan saja, bagaimana kigta bisa menentukan dan menemukan bahwa lailatul qodar turun pada  malam itu? Kita  sebagai orang  awam tentu tidak bisa menentkan karena kelemahan kita.

Walau begitu, kita sangat dianjurkan  untuk memperbanyak membaca doa diatas pada bulan Ramadhan. baik mulai awal Ramadhan hingga ahir Ramadhan.

Sehingga walau kita  tidak tahu kapan  datangnya lailatul qodar, kita berharap kita membaca doa itu bertepatan dengan datangnya malam lailatul qodar. Semoga Allah memberi kita  pertolongan  dan  karunia sehingga kita  bisa berjumpa  dengan kemuliaan malam lailatul  qodar. Dimana malam lailatul qodar biasa di sebut malam seribu bulan.

 

Syarat Iktikaf

Syarat Iktikaf

Sebelum kita beajar tentang tata cara iktikaf, yuk kita bahas syarat iktikaf.

Untuk bisa menjalankan ittikaf di dalam masjid, tentu harus memenuhi beberapa syarat. Syarat itikaf ada 7 antara lain:
Islam
Berakal
Tidak tidur
Bersih dari haid atau nifas
Tidak berhadast besar
Berdiam diri selama kurang lebih masa tuma’ninah dalam sholat
Dilakukan di dalam masjid

 

Tahukah anda bahwa iktikaf itu tidak bisa dijalankan oleh orang non muslim, orang gila, wanita yang sedang haid atau sedang nifas, orang yang berhadast besar. Berdiam diri yang lamanya sama dengan orang  membaca tasbih sekali, atau di rumah.

Menurut pendapat yang ashah, iktikaf disyaratkan harus diam di masjid dalam rentang waktu yang dapat disebut menetap. Artinya, waktu menetap di masjid tersebut melebihi waktu yang dibutuhkan untuk bertuma’ninah dalam ruku dan sejenisnya.

Niat fardhu, wajib disebutkan jika seseorang bernazar itikaf. Diperbarui setiap keluar masjid jika tidak berniat kembali ke dalam masjid.

Jika seseorang memperkirakan iktikaf dalam waktu tak terbatas seperti sehari atau sebulan, dia wajib memperbarui niat ketika kembali ke dalam masjid. Meskipun dia keluar tanpa bermaksud kembali, bagi orang yang keluar bukan untuk membuang hajat.

Jika dia keluar untuk buang hajat, seperti buang air kecil, buang air besar atau buang angin yaitu iktikafnya tidak terputus. Karena hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolerir seperti sebagai bentuk pengecualian niat.

 

Jika iktikaf dilakukan secara berturut-turut,niat harus diperbarui apabila keluar masjid untuk sesuatu yang dapat mewujudkan kesinambungan.

Apabila seseorang memilih masjid tertentu dalam melakukan itikaf Nazar, tidak boleh Beriktikaf di masjid manapun selain 3 masjid ini; yaitu Masjidil Haram masjid Madinah dan Masjidil Aqsa.

Jika dia menentukan salah satu dari tiga masjid ini, maka dia harus melakukan i’tikaf di masjid tersebut.

Meskipun demikian i’tikaf di masjid Madinah boleh diganti dengan iktikaf di Masjid Haram. Tidak sebaliknya dan i’tikaf di masjid Madinah dapat menggantikan iktikaf di masjid kita, tidak berlaku sebaliknya.

Seorang wanita haram hukumnya dia beri’tikaf tanpa mendapat restu dan izin dari suaminya.
Atau apabila dia seorang hamba sahaya maka dia harus mendapatkan restu dan izin dari tuannya.

 

Demikianlah Beberapa syarat itikaf. Al Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar menuturkan bahwa rukun itikaf itu ada 4:

a. Niat, karena iktikaf merupakan ibadah seperti ibadah lainnya.

b. Berada dalam masjid, tidak cukup sekadar berdiam selama waktu tumakninah dalam sholat. bagian selama waktu tuma’ninah dalam sholat bukan harus lebih dari itu kira-kira berdiam diri dan waktu tertentu yang dapat disebut menetap.

c. Iktikaf tidak disyaratkan diam. Tapi sah dilakukan secara berpindah-pindah ke setiap sudut masjid

d. Adanya  orang yang iktikaf, iktikaf adalah salah satu bentuk amal ibadah. Ia hanya bisa dijalankan oleh manusia sebagai subjek dari ibadah.

 

 

Syarat orang yang itikaf adalah; Islam, berakal, dan suci dari haid atau nifas serta junub. Adapun tempat yang digunakan untuk iktikaf syaratnya harus masjid, terutama masjid jami’. Agar dia tidak perlu keluar untuk menjalankan salat Jumat pada ahri  jumat. Selain itu jamaah di dalamnya juga lebih banyak.

 

Sesuatu yang membatalkan iktikaf

Nazar Iktikaf

 

Tata cara iktikaf sebenarnya gampang sekali. Anda niat, duduk dan diam. Maka anda beroleh keutamaan iktikaf.

 

Tahukah kamu,

ada beberapa hal yang bisa membatalkan itikaf antara lain; Iktikaf batal karena bersetubuh, Bersentuhan kulit disertai syahwat, terjadi ejakulasi, gila atau pingsan, berhadast besar , murtad dan mabuk.

Saat Iktikaf tidak disarankan harus berpuasa, hanya disunahkan saja. Iktikaf yang paling utama dikerjakan dalam kondisi berpuasa di masjid dan lamanya tidak kurang dari 1 hari.

 

Hukum Nazar Iktikaf

Lantas apa hukum nazar iktikaf?

Ketika seseorang bernazar untuk beriktikaf selama kurun masa tertentu. Dia harus melaksanakannya.
Kesinambungan iktikaf batal karena mabuk. kafir, sengaja senggama, keluar dari masjid, jenis-jenisnya atau sengaja keluar dari masjid bukan karena tidak buang hajat atau makan minum dan kesulitan dapat air di dalam masjid.

Itikaf tidak terputus karena sakit. Jika dia merasa berat menetap di dalam mesjid atau kuatir mengotorinya.

Demikian pula jika dia gila atau pingsan. Kesinambungan iktikaf tidak terputus jika seseorang dipaksa keluar masjid tanpa alasan yang dibenarkan.

Atau dia keluar karena menghina orang dholim atau orang yang banyak hutang. Sedang dia dalam kondisi pailit atau bangkrut.

Tidak ada saksi yang menguatkan kondisinya, atau menghindari jenis serangan binatang buas atau kebakaran, karena adanya uzur.

Atas dasar diatas, maka orang yang beritikaf Nazar tidak boleh keluar dari masjid kecuali ada zat yang bersifat alami atau unsur seperti air nifas atau sakit yang tidak mungkin dia menetap di dalam masjid. Kesinambungan iktikaf terputus sebab keluar masjid tanpa uzur.

Menurut pendapat yang pas, itikaf wajib dilakukan secara berturut-turut tanpa ada syarat. Jika seseorang bernazar untuk iktikaf sehari misalnya, dia tidak boleh membagi iktikaf tersebut dalam beberapa jam sepanjang hari.

Apabila dia menentukan waktu itikaf seminggu misalnya dan mensyaratkan berturut-turut lalu mengabaikannya maka dia harus melaksanakan sikap secara berturut-turut saat mengqadha.

Apabila dia tidak mensyaratkan berturut-turut tidak harus melaksanakan iktikaf demikian saat mengqodho.

Jika dia bernazar iktikaf secara berturut-turut dan mensyaratkan keluar, jika ada hal mubah yang tidak menafikan iktikaf, menurut beberapa pedapat yang azhar, syarat demikian sah.

Kesinambungan iktikaf tidak terputus oleh haid bila masa suci tidak cukup untuk melakukan iktikaf. Misalnya karena masa iktikaf lama. Jika waktu suci tersebut cukup untuk beritikaf yang dinazarkan,maka kesinambungan iktikaf terputus sebab hadast, menurut pendapat yang adzar.

Menurut Al Madzhab, kesinambungan iktikaf tidak terputus jika seseorang keluar masjid karena lupa. Keluarnya muadzin menuju menara yang terpisah dari masjid juga tidak memutuskan kesinambungan iktikaf karena alasan adzan menurut pendapat yang ashah.

Orang yang beriktikaf nazar wajib mengqhodo’ waktu yang telah di gunakan untuk keluar dari masjid karena udzur selain buang hajat. Udzur tersebut antara lain makan, haid, nifas, dan mandi besar. Karena dalam kondisi tersebut dia bukan orang yang sedang iktikaf.

Apabila orang yang iktikaf melaksanakan Haji dan kuatir ketinggalan ibadah tersebut dia boleh menghentikan iktikaf. Sebaliknya apabila dia tidak kuatir ketinggalan, dia mesti menyempurnakan iktikaf, baru kemudian melaksanakan ibadah haji.

 

di tulis oleh Abi Daril Hasan

Santri PP. Raudlatut Thalabah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *