fataya.co.id – Menjelang pemilihan umum atau pemilihan legislator tentunya beranda media sosial kita sering berisikan mengenai beberapa tokoh politik. Berita pada media sosial yang beredar pun bisa berupa berita hoax, berita benar atau pun hanya sekedar asumsi belaka. Beritarnya berita di media sosial yang kian ramai menjelang tahun polittik ini dilakukan oleh seorang buzzer. Lantaskan bagaimanakah pandangan Islam tentang pekerjaan buzzer politik?
Table of Contents
Buzzer Politik
Buzzer adalah mereka yang memiliki profesi untuk menggiring opini masyarakat melalui media online atau media massa terhadap suatu hal tertentu. Profesi buzzer bisa pada berbagai hal atau konteks, apapun itu bentuknya. Salah satu buzzer yang saat ini santer terdengar adalah buzzer politik. Pekerjaan sebagai buzzer politik atau seseorang yang mendapatkan bayaran untuk memengaruhi opini publik dalam ranah politik melalui media sosial. Buzzer secara umum atau terkhusu pada bidang politik bisa saja menyampaikan berita benar, hoax atau hanya sekedar asumsi semata. Mereka yang berporfesi sebagai buzzer akan mendapatkan bayaran sesuai dengan arahan untuk menggiring opini masnyarakat dengan konten-konten media sosial tertentu. Hal ini kian menjadi perbincangan dan memunculkan sejumlah pertimbangan etis, mengenai pandangan buzzer dalam agama Islam.
Buzzer dalam Pandangan Islam
1. Tujuan dan Niat:
Islam menekankan pentingnya niat dalam setiap perbuatan. Jika tujuan seorang buzzer politik adalah untuk menyebarkan kebenaran, memberikan informasi yang jujur, dan memperjuangkan keadilan, maka pekerjaan tersebut dapat kita nilai sebagai upaya untuk kebaikan umum.
2. Keadilan dan Kebenaran:
Islam mendorong umatnya untuk menyebarkan kebenaran dan berdiri di pihak keadilan. Jika buzzer politik bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan, pekerjaan tersebut dapat kita anggap sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Etika dalam Berbicara:
Islam mengajarkan pentingnya berbicara yang baik, jujur, dan santun. Seorang buzzer politik harus memastikan bahwa informasi yang ia sebarkan tidak menyesatkan atau merugikan pihak lain. Tidak boleh menyebarkan fitnah, informasi palsu, atau menyebabkan konflik di masyarakat.
4. Tanggung Jawab dan Akuntabilitas:
Dalam Islam, setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya. Seorang buzzer politik juga harus bertanggung jawab atas informasi yang ia sebarluaskan di ruang publik. Mereka harus siap menerima kritik dan akuntabel atas informasi yang telah tersebar.
5. Pengaruh Positif atau Negatif:
Jika pekerjaan sebagai buzzer politik terahakan secara khusus untuk menyebarkan fitnah, memanipulasi informasi, atau menimbulkan perpecahan di masyarakat, maka hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan kebaikan dan kebenaran.
6. Kritikan Terhadap Penguasa:
Berdasarka agama Islam, kritik yang konstruktif terhadap penguasa atau pemimpin yang adil adalah hal yang sangat-sangat Islam perbolehkan. Namun, kritik tersebut harus bisa tersampaikan dengan cara yang baik dan bertujuan untuk perbaikan, bukan untuk menciptakan kekacauan atau kebencian.
Penutup
Dengan demikian, pekerjaan sebagai buzzer politik dalam perspektif Islam bisa menjadi hal yang baik jika tertunaikan dengan awalan niat yang benar, menyebarkan informasi yang benar dan jujur, serta memperjuangkan keadilan. Namun, jika memiliki tujuan untuk menyebarkan kebohongan, fitnah, atau memanipulasi opini publik untuk kepentingan tertentu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, maka hal tersebut tidak akan mendapat dukungan dalam pandangan agama.