Table of Contents
Berapa Lama Kita Ingin Hidup Bersama Anak? Sebuah Renungan Yang Jarang Terpikirkan oleh Kita
Bersama anak adalah momentum bahagia yang jarang orang sadari.
Bagi pasangan yang sudah menikah atau pemuda pemudi yang akan menikah tentu ingin sekali punya anak. Punya anak bukan sekedar keinginan tapi cita cita dan impian.
Betapa tidak, dengan hadirnya anak dalam keluarga kita, rumah jadi ramai dan riang gembira. Keriangan dan kegembiraan mereka mampu menghalau rasa lelah dan capek seharian bekerja.
gambar: haibunda
Baca juga
Benar sekali firman Allah dalam Al Quran:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
Artinya “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al Kahfi:46)
Baca juga Inilah Doa Sebelum Belajar beserta artinya [LENGKAP]
Berapa lama hidup bersama anak?
Trus, ketika sudah punya anak, berapa lama kita ingin bersama mereka? Sebuah pertanyaan yang menuntut sebuah renungan mendalam. Mari kita renungkan kalimat berikut ini:
Bersama anak saat usia 20an
kita mulai mencari kriteria calon pendamping hidup yang sekufu. Alhamdulillah, Allah karuniakan kita pasangan yang serasi, sevisi dan semisi, kita mulai membentuk keluarga kecil.
Kita berharap semoga keluarga kecil kita sama Allah dijadikan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Selang beberapa bulan, Allah kasih kabar gembira kita dengan istri mulai mengandung. Duh, senangnya.
Menuggu beberapa hari, beberapa bulan rasanya lama sekali untuk menyambut hadirnya malaikat kecil. Hari berganti hari, sabar menunggu sambil diiringi doa dan amalan amalan agar dikarunia anak yang lahir sehat, normal dan lancar proses persalinannya.
Alhamullilah, pada bulan ke sembilan Allah beri kabar keluarga kita dengan lahirnya si kecil mungil dengan lancar.
Tangisnya memecah kesunyian malam. Terima kasih ya Allah engkau beri kami karunia luarbaisa tiada tara. Jadikan kami orangtua yang bisa mendidik anak anak dengan contoh dan teladan.
Bersama anak saat kita Usia 30an
Kita mulai mendapati anak anak tumbuh menjadi remaja. Mereka tumbuh sehat dan semangat penuh antusias. Oh ternyata, anakku sudah mulai menginjak masa remaja.
Ia mulai mengenal cita dan asmara. Anak anak mulai kenal dan suka main handphone dan laptop.
Anak anak tumbuh cantik dan ganteng parasnya. Tapi mereka mulai jauh dari kita orangtua. Mereka lebih suka kumpul sama teman teman usai dari pada dengan kita orangtuanya. Duh, sedihnya hati ini.
Bersama anak saat usia kita 40an
Mereka mulai tambah dewasa. Dari sikap dan ucapan, anak anak menunjukkan sikap optimis dan percaya diri. Mereka mulai menginjak ke kampus dan pesantren.
Mereka lebih suka tinggal lama di asrama pesantren daripada tidur di rumah mereka sendiri. Di usia mereka ini, mereka mulai menjaga jarak dengan kita orangtuanya.
Dia hanya mau bicara seperlunya saja. Ya Allah jaga dan pelihara mereka dari pergaulan luar sana yang mulai tidak kondusif.
Saat usia kita 50an
Sang anak makin jauh lagi dari kita orangtuanya. Mereka mulai menemukan profesi dan kerjaan yang mapan. Mulai bisa mencukupi kebutuhan diri sendiri. Mereka tidak lagi minta uang dan sesuatu ini itu.
Bahkan sebaliknya mereka sering pulang ke rumah dan menyodorkan segepok uang kepada kami orangtuanya. Terima kasih ya Allah engkau karuniakan kami anak yang pengetian tapi bukan ini ya Allah yang kami inginkan.
Kami ingin punya putra putri yang hadir pada saat usia kami sudah udur. Kami ingin mereka berkumpul saat kami sudah tua renta.
Baca juga Anak Titipan Allah Bagi Pasangan Suami Istri
Lalu ditengah renungan dan lamunan, kita berbisik lirih, “Ya Allah begitu singkatnya hidup ini. Baru kemarin kami masih memandikan dan menggendong mereka ke sana kemari. Sekarang mereka sudah dewasa. Mereka mulai nenawarkan calon pandangan hidup kepada kami satu persatu. Tahun berganti tahun, mereka mulai menikah dan ikut suami masing masing.”
Suatu ketika mereka satu persatu mengabarkan kegembiraan. Di tengah tengah keluarga mereka telah lahir seorang putra putri yang cantik dan ganteng.
Subhanallah, jadi ingat waktu kelahiran mereka dahulu beberapa tahun silam. Bahagia dan gembira hari ini. Sekarang mereka bisa merasakan bahagia dan gembira seperti yang pernah kami rasakan denan lahrnya buah hati mereka.
Lalu serta merta kita berucap lirih “Ya Allah betapa singkatnya hidup ini. Jangan pernah engkau jadikan kami orang yang menyia-nyiakan kehidupan. Lindungi aku, keluargaku dan anak keturunku dari siksa api neraka.”
Kalau begitu, usia kita tidak akan pernah terulang? Usia putra putri kita juga tidak akan terulang?kalau begitu, sangat singkat waktu kita mendampingi dan menemani mereka, bukan? Begitu singkatnya bagaikan jarak siang dan malam
Kalau begitu…
Jangan pernah ridho jika putra putri kita belajar mengenal huruf demi huruf Al Quran, bisa baca Al Quran, bisa mengenal tajwib dan mahkarijul huruf dari orang lain.
Atau anda rela dan ridho dengan alasan “Bagaimana saya bisa mengajar anak anak sementara saya sendiri belum bisa baca Al Quran dengan baik dan benar?” atau ungkapan “Saya ridho anak anak belajar Al Quran dari orang lain karena kesibukan saya bekerja seharian, mulai pagi hingga malam”.
Lalau muncul sebuah pertanyaan “Mengapa kita tidak mau mengambil letih dan payah untuk belajar membaca Al Quran?”
Dimana dengan belajar sungguh-sungguh kita akan bisa membaca Al Quran. Dengan begitu, kita bisa mengajari anak anak kita mengenal huruf demi huruf dari Al Quran.
Cemburu rasanya hati ini, jika melihat mereka hanya mau belajar kepada gurunya di sekolah dan madrasah.
Padahal, kita juga bisa membaca Al Quran. Atau minimal walau kita tidak mengajar mereka tapi kita bisa menyimak, menuntun dan membimbingnya membaca Al Quran.
Buatlah mereka bangga dan bahagia punya seorang ayah bisa membaca Al Quran. Butlah mereka bangga punya ayah yang bisa mengenalkannya dengan huruf huruf Al Quran.
Kita harus merasa sakit hari dan tersiksa manakala melihat anak anak lebih suka bercerita tentang lawan jenisnya kepada teman sebangkunya dari pada kita.
Padahal, kitalah orang dekatnya sejak mereka bayi hingga sekarang. Tetapi mengapa mereka lebih percaya kepada temannya dari pada kepada orangtuanya sendiri.
Kelak, ketika ajal menjemput jangan marah dan sedih ya, kalau putra putri kita tidak mau memandikan jenazah kita, mereka menyerahkan pengurusan jenazah kita kepada orang lain.
Mengapa?
Karena mereka tidak paham dan mengerti betul tata cara dan bacaan merawat jenazah karena kita tidak pernah mengajarinya.
Ayolah ayah bunda, luangkan waktu terbaik kita untuk lebih peduli kepada mereka. Anak membutuhkan kehadiran kita, pendampingan kita dan kepedulian kita.
Memang anak anak butuh dicukupi semua kebutuhan jasmaninya, mulai dari makan minum, pakaian, obat-obatan dan jajan harian.
Tapi ingatlah ayah bunda, mereka jauh lebih butuh kepedulian kita, perhatian dan empati kita. Tumbuh kembang dan kepribadin mereka sangat di tentukan oleh kepedulian kita sebagai orangtua.
By Abidzar
Penulis buku “Menjadi Remaja Emas”