Table of Contents
Tata Cara Tayamum dan Hukumnya Sesuai Sunnah Nabi Lengkap
Tata cara tayamum sebagai pengganti tata cara wudhu.
mau tau, hukum tayamum, definisi tayamum, keutamaan tayamum, rukun tayamum, sesuatu yang membatalkan tayamum serta tata cara tayamum secara lengkap?
Yuk, simak artikel lengkap berikut ini.
Sebagai seorang muslim, kita perlu tau dan paham tata cara bersuci dari hadast. Baik dari hadast kecil, lebih lebih hadast besar.
Mau bersuci dari hadast kecil bisa pake wudlu, gunakan air. Ini bila dalam kondisi normal, air melimpah.
Mau tau, tata cara wudhu yang benar sesuai sunnah nabi Muhammad?
Yuk, simak dalam artikel berikut ini ya Tata Cara Wudhu Sesuai Sunnah nabi Muhammad Shallalu Alaihi Wasallam
Bila kondisi tidak memungkinkan, semisal air sulit, kemarau panjang bisa bersuci pake tayamum. Tayamum sifatnya hanya sebagai alternatif saja saat tidak ada air.
Saat air datang dan melimpah, seketika tayamum jadi gugur walau belum batal.
Yuk, simak ulasan saya di bawah ini dengan santai dan tenang . Bisa siapkan camilan dan kopi buat menemani. Karena artikel ini agak panjang loh. Baca sampai selesai ya.
Sumber gambar: niatpuasa
Definisi tayamum dalam Islam
Secara etimologi tayamum bermakna “tujuan” (Al Qhasdh). Sedangkan secara terminologi tayamum berarti menghasilkan debu keseluruhannya dan kedua tangan sebagai pengganti dari wudhu atau mandi dan anggota keduanya dengan syarat-syarat tertentu.
Banyak orang yang nanya gimana cara tayamum yang benar?
Artikel ini akan menjawab semuanya.
Tayamum juga berarti menggunakan debu yang suci untuk mengusap wajah dan kedua tangan degnan niat untuk memperbolehkan sholat dan sejenisnya.
Dalam sejarahnya, tayamum disyariatkan pada tahun 6 Hijriyah menurut pendapat jumhur ulama.
Tayamum merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam.
Tayamum dapat diberlakukan ketika tidak ada air, sakit atau pada saat yang mendesak atau darurat.
Tayamum juga dianggap sebagai bersuci secara simbolis, sebab debu tidak harus disampaikan benar-benar ke bagian anggota wudlu ( wajah dan tangan). Justru disunahkan usapan dilakukan setelah kedua belah tangan yang sudah berbalur debu dipukulkan 2 kali.
Para ulama telah sepakat tayamum dilakukan hanya dengan mengusap wajah dan kedua tangan. sekalipun bagi orang yang mengalami hadas besar seperti junub sebagai ganti mandi wajib.
Oleh sebab itu orang yang berhadas atau orang yang sedang junub, keduanya dapat bertayamum dengan cara yang sama yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan debu.
Dalil perintah tayamum
Dalil perintah tayamum adalah firman Allah dalam Al Quan surat Al Maidah ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki “ (QS. Al Maidah 5:6)
Surat Annisa ayat 43:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu” (QS. Annisa: 43)
Dan beberapa hadist nabi. Salah satunya adalah:
“Allah telah menjadikan bumi sebagai masjid dan suci” (Mutafaq alaih)
Dan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Ammar bin Yassir yang berbunyi :
“Cukuplahbagimu berkata begitu”
Sebab sebab tayamum
urusandunia.com
Penyebab utama boleh bertayamum hanya ada satu, yatu ketidakbisaan atau ketidakmampuan menggunakan air. Kondisi ini di bagi menjadi 3:
Ketiadaan air. Dasarnya mengacu pada ayat yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Baik ketiadaan itu secara faktual seperti kondisi ketiadaan air yang nyata misalnya di daerah bersalju.
Ataupun secara syar’i seperti karena adanya halangan atau disebabkan letak air yang jauh karena mahalnya harga air. Atau ada air tapi hanya khusus untuk minum.
hal ini karena tayamum tidak perlu dilakukan kecuali hanya pada kondisi yang khusus sebagaimana hanya tidak boleh bertayamum menggunakan debu milik orang lain.
Akan tetapi dengan menggunakan debu yang ada di tanah wakaf atau debu yang dimiliki oleh orang lain hukumnya boleh menurut kebiasaan (urf)
Seorang musafir yang meyakini ketiadaan air di sekitar tempatnya tinggal diperbolehkan bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
Namun apabila si musafir merasa ragu akan keberadaan air baik dengan dugaan lemah (wahn) atau dengan dugaan yang kuat (zhan) maka hendaknya dia meneliti lebih dahulu tempat singgahnya, mendatangi kawan kawannya, memandang ke sekitar tempat dia berada bila tempat yang dia singgahi adalah berupa dataran.
Sang musafir juga harus melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru mata angin (timur selatan dan Utara) serta melayangkan pandangannya ke arah atas bilamana dia sedang berada di kawasan pegunungan hingga mencapai jarak selemparan anak panah sekitar 400 Hasta atau sekitar 184,8 m.
Jika ternyata sang musafir tidak juga mendapat air, dia boleh melakukan tayamum karena pencarian itu dianggap telah selesai.
Jika seseorang meyakini adanya air, dia harus mencari dalam batas dekat yaitu sekitar 6 ribu langkah dan bila Ternyata dia tidak menemukan air dalam batas yang melebihi batas yang telah ditentukan itu dia boleh tayamum karena pencarian itu sudah melebihi batas maksimal.
Air hanya boleh di cari dalam jarak yang sudah disebutkan di atas. Jika kondisi keselamatan nyawa dan hartanya terjamin. Termasuk tidak tertinggal dari rombongan temannya dan tidak sampai keluar dari waktu sholat.
Jika yang ditemukan adalah air yang tidak mencukupi untuk berwudhu, maka orang yang bersangkutan wajib menggunakan air itu kemudian dilanjutkan dengan tayamum. Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam:
“Bila aku memerintahkan sesuatu pada kalian maka Kerjakanlah semampu kalian” (HR Bukhari Muslim)
Seseorang wajib membeli air jika air itu dijual dengan harga yang wajar. Dia sendiri tidak sedang membutuhkan uang untuk membayar hutang, memiliki perjalanannya atau menafkahi hewan yang dimuliakan dalam pandangan syara’ dan harus diberi makan.
Orang yang bersangkutan juga wajib meminta hibah air, menukar pakai (meminta dengan jaminan) atau meminjam timba air, tanpa memberikan imbalan air.
Apabila ternyata air itu diberikan tidak dengan cuma cuma dia tidak wajib menerimanya karena bukan pemberian. Itulah pendapat Ijma’ Ulama’. sekalipun yang memberikan ayahnya.
Berbeda bila ternyata ada orang yang memberikan air dengan cuma-cuma, mengutangkan air atau meminjamkan timba, dia wajib menerimanya.
Dalam masalah ini, mengakhirkan sholat lebih utama daripada menyegerakannya. Hal itu dilakukan bila orang yang bersangkutan meyakini akan adanya air. Akan tetapi bila dia ragu akan adanya air, sebaiknya dia menyegerakan tayamum. Begitulah pendapat yang Azhar.
Seseorang diwajibkan bertayamum bila ada air yang hanya cukup untuk memberi minum hewan yang dimuliakan dalam pandangan syariat karena kehausan, walau hal itu baru akan terjadi pada waktu yang akan datang.
Bila seseorang musafir lupa bahwa dia mempunyai atau kehilangan air dalam perjalanan dan dia tidak dapat menemukan air itu setelah dicari maka dia boleh bertayamum. Namun harus mengqadha salat itu. Demikian menurut pendapat yang Azhar.
Akan tetapi bila kendaraannya tersesat dijalan yang gelap dan kehilangan arah, lalu dia bertayamum dan sholat seperti biasanya kemudian dia menemukan air maka dia tidak wajib mengqadha salatnya, karena pada saat tayamum tidak ada air .
Andaikata air Habis atau ada tapi tidak bisa digunakan karena harus didinginkan atau dibersihkan terlebih dahulu kemudian dia bingung, maka dia boleh tayamum karena adanya udzur yaitu ketiadaan Air ketika sudah masuk waktu sholat.
Tetapi jika orang yang bersangkutan menghabiskan atau merusak air karena kecerobohannya sendiri pada waktu masuk salat atau telah masuk waktu salat. Kalaupun dia bertayamum maka dia tetap dianggap bermaksiat karena telah merusak sesuatu yang harus digunakan untuk bersuci .
Meskipun dalam kedua kondisi tersebut tidak wajib bagi orang yang bersangkutan mengqadha salat karena dia tayamum pada saat tidak ada air. Dan bila kecerobohan yang berakibat pada hilangnya air itu dilakukan sebelum masuknya waktu salat.
Maka hal itu tidak dapat dikatakan maksiat karena merusak air yang dapat dipakai bersuci melainkan hanya dapat dikatakan telah bermaksiat karena telah menyia-nyiakan harta dan tidak wajib baginya mengqadha salat seperti yang telah dijelaskan di atas.
2. Termasuk penyebab dibolehkan bertayamum adalah kondisi membutuhkan air disebabkan hausnya hewan yang dimuliakan dalam pandangan syariat (hewan yang wajib dinafkahi).
walaupun kebutuhan itu baru terjadi untuk masa yang akan datang. Alasannya adalah untuk membantu menyelamatkan sebuah nyawa atau yang semacam itu dari kematian, kebinasaan.
Sebab nyawa memang tidak ada penggantinya. Tidak sebagaimana bersuci (wudhu atau mandi) yang masih ada penggantinya yaitu tayamum.
3. Sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah bila terkena air. Baik itu penyakit yang menimpa tubuh kita, semakin lamanya kesembuhan, atau dapat menyebabkan munculnya bekas permanen seperti kulit menghitam yang biasanya menimpa bagian tubuh luar. Demikian menurut pendapat yang Azhar.
Sebab bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan air, berakibat pada cacatnya fisik dan mengundang bahaya yang lainnya.
Bahaya yang dalam ini terbagi menjadi 3 bagian:
Kuatir si penderita tidak bisa diselamatkan, rusaknya anggota badan atau kehilangan fungsi organ tubuh
Kuatir jika penyakitnya semakin bertambah parah
Kuatir akan semakin lambatnya proses penyembuhan atau akan meninggalkan cacat
Akan tetapi apabila kekawatiran itu hanya meliputi sebagian anggota tubuh saja, maka hendaklah orang yang bersangkutan tetap menggunakan air untuk anggota tubuhnya yang masih sehat dan percaya pada anggota tubuhnya yang luka jika memang itu terdapat pada bagian Wajah atau kedua tangan.
Menurut pendapat yang Ashah, bagi seseorang yang berhadast kecil wajib bertayamum pada anggota tubuh yang sakit. Bila ada 2 anggota tubuh yang sakit maka kedua angota tubuh harus “di tayamumi” dan tidak disyaratkan harus tertib membasuh dan bertayamum karena dinisbatkan kepada orang yang junub.
Cuaca yang sangat dingin juga dapat menjadi sebab boleh tayamum sebagaimana udzur karena sakit.
Jadi, ringkasnya,
Faktor seseorang boleh tayamum ada 3 dan semuanya disatukan oleh satu penyebab yaitu halangan untuk menggunakan air. Adapun penyebab halangan itu ada 3 perkara :
a. Ketiadaan air
b. Kuatir akan kehausan (diri sendiri, orang lain dan hewan yang dimuliakan menurut pandangan syariat) walau semua baru akan terjadi beberapa bulan mendatang.
Dalam kondisi seperti ini dia yang diharamkan berwudhu dan diharuskan bagi orang yang bersangkutan untuk tetap menyimpan air untuk orang lain. selain itu juga diperbolehkan baginya bertayamum tanpa harus mengulangi salat.
c. orang sakit yang yang dikhawatirkan menyebabkan nyawanya hilang, cacatnya anggota tubuh, tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh, munculnya penyakit baru Selain penyakit yang ada, sakit yang bertambah parah. terhambatnya kesembuhan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa atau akan terjadinya cacat pada anggota tubuh bagian luar yang dapat diketahui atau petunjuk seorang dokter yang terpercaya.
Syarat-syarat tayamum
Tahukah anda bahwa syarat-syarat tayamum itu ada 3 macam:
- Harus dikerjakan di dalam waktu sholat dan tidak boleh dikerjakan di luar waktu salat yang telah ditentukan. Ketetapan ini berlaku jika sholat yang akan dilakukan adalah sholat fardhu atau sholat sunnah yang waktunya terbatas, semisal sholat Dhuha.
Bahkan pengambilan debu yang akan digunakan untuk tayamum harus dilakukan ketika sudah masuk waktu sholat.
jika seseorang yang bertayamum ragu apakah sudah masuk waktu sholat atau belum, maka yang dilakukannya tidak sah. Walaupun kemudian, ternyata apa yang terjadi sesuai dengan dugaannnya.
Jika seseorang bertayamum untuk melaksanakan sholat Dhuha yang sudah habis waktunya maka tayamum itu harus menunggu waktu Dhuhur. dia diperbolehkan untuk sholat dhuhur dan Dhuha yang diqodho atau sholat untuk yang lain.
Sedangkan sholat sunnah mutlak yang tidak mempunyai batasan waktu maka tayamum boleh dilakukan kapanpun orang yang bersangkutan hendak melaksanakan sholat sunah tersebut.
Tayamum yang dikerjakan untuk salat yang dikerjakan tapi tidak jadi dilaksanakan tetap dianggap sah. tayamum tersebut boleh digunakan untuk sholat yang lain untuk menggantikan posisi sholat yang tidak jadi dilakukan untuk.
Dasar atas kesimpulan ini adalah Firman Allah yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki “ (QS. Al Maidah 5:6)
Dan sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berbunyi :
“Bumi dijadikan untukku sebagai tempat sholat dan dijadikannya suci. Maka di mana saja kalian memasuki waktu sholat maka bertayamum dan sholat lah” (HR Bukhari Muslim dan an-nasa’i dari Jabir bin Abdullah)
Tayamum adalah amalan bersuci karena kondisi darurat untuk itu melakukan tayamum harus bisa dilakukan setelah masuknya waktu sholat.
b . Hendaklah debu yang dipakai murni dan benar-benar suci. Tidak sah tayamum dengan debu yang najis, seperti debu galian kuburan dan tidak boleh bertayamum dengan debu yang dicampur dengan tepung dan sesamanya. Karena hal itu sudah tidak termasuk debu yang murni.
Walaupun butiran itu berupa pasir bukan debu yang bercampur dengan arang atau yang dicampur dengan tepung dan sejenisnya.
Debu yang digunakan juga tidak boleh bercampur dengan kerikil, kapur dan semua jenis barang tambang, tembikar, batu yang ditumbuk halus, kaca yang ditumbuk atau semacamnya.
Selain itu tidak boleh debu yang sudah dipakai, debu yang masih melekat pada wajah atau kedua tangan atau debu yang bertebaran dari wajah atau Kedua telapak tangan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Maka bertayamumlah dengan debu yang baik (Suci)” (QS al-maidah 5:6)
Maksudnya adalah hendaklah orang yang tidak mampu berwudhu dengan air, bertayamum dengan debu, Atau segala apa yang ada di atas permukaan bumi.
c. Tayamum hanya boleh dilakukan setelah pencarian air. Dalilnya adalah Firman Allah yang berbunyi “Jika kalian tidak memperoleh air maka bertayamum lah” (QS al-maidah 5:6)
Allah telah memerintahkan kita untuk bertayamum ketika kita tidak menemukan air dan ketiadaan air, baru bisa diyakini setelah dicari terlebih dahulu.
Al Husni dalam kitab “Kifayatul Akhyar” mengemukakan 5 syarat:
- Terdapat udzur Karena perjalanan atau penyakit
- Kketidakmungkinan penggunaan air
- Sudah masuk waktu sholat
- Dilakukan setelah upaya pencarian air
- Debu yang dipakai hari suci
Semua syarat yang saya sebutkan diatas ini bisa diartikan sebagai bagian dari sebab sebab yang membolehkan seseorang bertayamum.
Rukun Tayamum atau Fardhu tayamum
Tahukah anda bahwa rukun tayamum itu ada 5 perkara:
1. Memindah debu ke anggota tubuh yang akan diusap. Sekiranya memindahkan debu dari wajah ke tangan, atau sebaliknya itu sudah sempurna (cukup) menurut pendapat yang ashoh.
Adapun jika pemindahan debu terjadi dikarenakan angin yang mengenai tangan atau lengannya atau mengusap wajah dengan debu tersebut atau berguling-guling di atas debu meski tanpa udzur semua itu boleh dan dianggap cukup.
2. Niat untuk mengabsahan pelaksanaan sholat dan amalan lain sejenisnya. Seperti tawaf, membawa mushaf dan sujud tilawah. Tetapi jika berniat untuk menghilangkan hadast kecil, hadast besar atau untuk bersuci dari salah satunya, maka tayamumnya tidak sah.
Sebab tayamum tidak bisa menghilangkan keduanya atau berniat fardhu tayamum, demikian menurut pendapat yang ashah
.
Menurut pendapat yang shahih dalam bertayamum wajib mengiringkan niat pada saat memindahkan debu ke wajah sampai mengusap Salah satu bagian dari wajah menurut Al madzhab.
Bila sebuah tayamum dilakukan dengan niat untuk sholat fardhu atau sholat sunnah maka kedua sholat itu dapat dilakukan dengan satu tayamum,
Jika niat pelaksanaan hanya untuk sholat fardhu, maka boleh melaksanakan sholat fardu dan sholat sunnah karena sholat sunnah itu mengikuti sholat fardlu.
Akan tetapi bila niat yang digunakan adalah niat sholat sunnah atau menyebut jenis sholat dengan memutlakkan ucapkan, semisal untuk sholat jenazah maka orang yang bersangkutan hanya boleh sholat sunnah dan tidak boleh melaksanakan salat fardlu dengan tayamum itu.
3. Mengusap wajah dan kedua tangan melewati siku-siku.
Menurut pendapat yang Ashah, seseorang tidak harus meratakan debu sampai tempat tumbuhnya rambut tipis di kepala. Dan tidak wajib tertib dalam pemindahan debu ke kedua tangan karena hal itu hanya disunnahkan.
Penepukan debu boleh dilakukan dengan cara menepukkan dua tangan sekaligus dengan satu kali tepukan. Atau menepuk tangan kanan terlebih dahulu sebelum tangan kiri.
Lalu mengusap wajah dengan tangan kanannya. dan mengusap tangan kanannya dengan tangan kirinya atau sebaliknya.Karena hukum asal adalah pengusapan. Sedangkan pemindahan debu hanyalah sebagai perantara saja.
menurut pendapat yang ashah, dalam bertayamum wajib melakukan dua kali tepukan. Tepukan pertama untuk wajah dan tepukan yang kedua untuk tangan. Meski dilakukan dengan hanya satu kali tepukan Seumpama dengan menggunakan kain atau sejenisnya.
Hal ini mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh Al Hakim dan dD Daruquthni “Tayamum itu dengan dua tepukan; tepukan pertama digunakan pertama untuk mengusap wajah dan tepukan kedua untuk mengusap kedua tangan”
Dalam kitab “Al majmu” imam Nawawi membenarkan pendapat yang mewajibkan dua kali tepukan dan berkata “Itulah pendapat yang diketahui dalam Mazhab Syafi’i”
4. Mengusap kedua tangan sampai kedua siku setelah mengusap wajah dengan merata dan menyeluruh. Hal ini berdasarkan ayat yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu.
5. Tertib dalam mengerjakan tayamum sebagaimana tertib yang telah ditetapkan dalam wudlu. Sebenarnya tidak ada perbedaan yang khusus dalam tertib antara orang yang menghilangkan hadas besar, hadas kecil, mandi sunnah atau mandi wajib, wudhu yang diperbaharui atau pekerjaan yang menuntut dilakukannya tayamum.
Sementara itu penulis kitab “Al kifayah” membagi fardlu tayamum menjadi 4 bagian yaitu; niat, mengusap wajah, mengusap kedua tangan sampai kedua siku dan tertib.
Pengarang kitab “Umdatus Salik” berpendapat bahwa rukun tayamum ada 7 perkara:
1. Niat untuk syarat sahnya pelaksanaan sholat dan sejenisnya
2. Menggunakan debu
3. Dilakukan dengan memindahkan/membalurkan debu.
Jika tayamum dilakukan dengan mengusap tubuh yang sebelumnya sudah melekat pada wajah dengan sabun batangan dengan debu yang Memang sebelumnya sudah melekat di tangan,baik karena tertiup angin maupun sebab lain. Maka hukumnya tidak sah. Seandainya seseorang memerintahkan orang lain untuk menayamumkan dirinya meski sebenarnya hal itu dapat dilakukan sendiri maka menurut pendapat yang Azhar, tayamum itu tetap dianggap sah.
4. Mengusap wajah
5. Mengusap kedua tangan sampai siku siku
6. Tertib dalam mengusap wajah dan kedua tangan
7. Mengambil debu dilakukan dengan dua kali, satu kali tepukan untuk mengusap wajah dan 1 kali tepukan untuk mengusap kedua tangan.
Sunnah-sunnah tayamum
Walaupun tayamum merupakan pengganti dari wudhu dalam keadaan darurat tetapi tayamum tetap mempunyai beberapa sunah-sunah yang perlu kita perhatikan dan bisa kita kerjakan. Diantara sunah-sunah tayamum ada 3 macam:
a. Membaca basmalah diawal tayamum
b. Mendahulukan anggota kanan daripada anggota kiri
c. Muwalah. Muwalah artinya tidak mengambil jeda panjang antara dua usapan karena dianalogikan dengan wudlu.
Termasuk sunnah dalam tayamum adalah mengusap wajah bagian atas, meringankan debu yang berhamburan, merenggangkan jari-jari ketika memukul debu, melepaskan cincin dalam tepukan pertama (dan wajib melepaskan pada pukulan yang kedua agar debu sampaipada anggota yang harus diusap).
Dilakukan tidak hanya dengan menggerakkan jari-jari, menjalankan debu atas anggota yang harus diusap, mengusap lengan, menghadap kiblat dan mengucapkan dua kalimah syahadat setelah selesai tayamum.
Tata cara tayamum yang baik dan benar
Berikut merupakan tata cara tayamum yang baik dan benar. Tata cara bertayamum yang baik dan benar adalah dengan meletakkan jari jari tangan kiri kecuali ibu jari ke punggung telapak tangan kanan selain ibu jari.
Kemudian telapak tangan kiri mengusap lengan tangan kanan sampai siku bagian luar. Lalu memutar ke siku bagian dalam tangan kanan dan menggerakkan pergelangan tangan.
Lalu ibu jari bagian dalam tangan kiri mengusap ibu jari tangan kanan yang ditegakkan. Setelah itu lakukan hal yang sama pada bagian tangan kiri seratnya menyala dan mengusap Kedua telapak tangan.
Sholat yang boleh dengan satu kali tayamum
Tayamum hanya boleh digunakan untuk sekali sholat fardhu atau sekali sholat jenazah karena sholat jenazah hukumnya adalah fardu kifayah.
Tayamum boleh dipakai untuk melaksanakan sholat fardlu dan sholat sunnah sebanyak yang dikehendaki. Karena sholat Sunnah ada banyak macamnya.
Sehingga dengan membatasi 1 kali tayamum hanya untuk 1 sholat sunah saja akan mengakibatkan tidak di lakukan sholat sunnah dan akan terjadi kekeliruan yang besar.
Oleh karenanya, segala urusan yang terkait dengan sholat sunnah di mudahkan. Sebagaimana sholat Sunnah sambil duduk bagi orang yang mampu berdiri. Dan boleh untuk tidak menghadap kiblat bagi orang yang sedang dalam perjalanan.
Dengan demikian, siapa saja yang tayamum, maka boleh melakukan sholat fardlu dan sholat sunnah sebanyak yang dia kehendaki.
Menurut pendapat yang Azhar, sholat Nazar hukumnya sama seperti salat fardlu. begitu pula dengan thowaf .Siapa saja yang lupa tidak mengerjakan salah satu sholat fardhu dan tidak tahu sholat fardhu mana yang ditinggalkan. maka dia harus mengerjakan semua salat fardhu yang lima agar terbebas dari tanggungan secara pasti.
Dan bila sholat lima waktu hendak dikerjakan dengan tayamum, maka cukup tayamum sekali saja karena yang dituju dengan sholat yang lima hanyalah satu saja, dan sisanya adalah sekedar tambahan.
Lain halnya jika seseorang lupa tidak mengerjakan dua salat yang berbeda seperti sholat zuhur dan salat subuh dari 1 hari atau 2 hari. Maka hendaklah setiap salat dilakukan dengan sekali tayamum.
Tetapi jika seseorang juga lupak tidak mengerjakan salat rubaiyyah (4 rakaat), maka dia harus bertayamum dua kali. Tayamum pertama untuk 2 salat secara berturut-turut, yaitu salat zuhur dan salat asar.
Sedangkan tayamum kedua digunakan untuk salat rubaiyah yang lain yaitu salat Isya sehingga orang yang bersangkutan dapat terlepas dari beban hukum secara meyakinkan.
jika orang yang bersangkutan lupa tidak melakukan dua salat yang sama seperti dua kali salat duhur. Namun tidak tahu secara pasti salat yang mana yang telah ditinggalkan.
Maka dia harus melakukan salat lima waktu sebanyak 2 kali. Dan untuk tiap-tiap salat lima waktu juga dilakukan dengan satu kali. Hal ini dilakukan agar terhindar dari keraguan dan timbul keyakinan.
Qodho shalat seperti ini tentu hanya dapat dilakukan dalam dua hari. Artinya, dia harus bertayamum sebanyak dia meninggalkan salatnya dan Salat 5 kali dengan 1 kali tayamum.
Kesimpulan
Satu kali tayamum hanya boleh digunakan untuk sekali salat fardhu atau salat Nazar dan sekali tayamum digunakan untuk salat Sunnah sebanyak yang dikehendaki.
Mengqadha salat yang dilakukan dengan tayamum
Bagi pemukim harus mengqadha salat yang telah dilakukan dengan tayamum karena ketiadaan air. Bagi musafir hal yang tidak perlu dilakukan, kecuali perjalanan yang ditempuh adalah perjalanan maksiat seperti budak yang melarikan diri dari majikan, istri yang melarikan diri dari suaminya.
Kedua, perjalanan itu adalah perjalanan yang dilakukan karena maksiat sehingga jika demikian yang terjadi maka pelakunya harus mengqadha Salat.
Sebab rukhsoh tidak bisa dikaitkan dengan maksiat. Demikian yang biasa berlaku. apabila seorang mukim di tengah gurun atau Padang sahara untuk waktu yang lama dan dia selalu melakukan salat dengan tayamum maka salat orang tersebut tidak wajib di qodho.
Dan menurut pendapat yang Azhar bila tayamum dilakukan karena alasan dingin dan orang yang bersangkutan salat dengan tayamumnya itu, maka dia harus mengqadha shalatnya. Sebab tayamum karena alasan dingin termasuk alasan yang jarang dan tidak selalu terjadi.
Apabila tayamum dilakukan karena alasan sakit yang mengakibatkan dilarang menggunakan air atas semua anggota tubuh. Atau hanya sebagian anggota tubuh saja.
Maka salat yang bersangkutan tidak perlu di qodho, baik dia seorang mukim atau musafir.
Karena sakit merupakan sebab yang umum yang justru akan menimbulkan kesulitan lagi bila orang yang bersangkutan harus mengqadha salat itu.
Allah berfirman di dalam Al-Quran:
وَ مَا جَعَلَ عَلَیۡکُمۡ فِی الدِّیۡنِ مِنۡ حَرَجٍ
“Dia tidak menjadikan kesukaran untuk kalian dalam agama” (QS Al Hajj 22:78)
Yang dimaksud dengan sakit disini adalah sakit dalam pengertian umum, semisal luka atau sejenisnya.
Yang membatalkan tayamum
Sebagaimana halnya wudhu, tayamum juga bisa batal. Ada beberapa hal yang bisa membatalkan tayamum. Ada tiga hal yang membatalkan tayamum:
- Semua perkara yang membatalkan tayamum. Tayamum adalah amalan yang dilakukan untuk sahnya pelaksanaan salat karenanya ia menjadi batal ketika terjadi atas sebagaimana yang berlaku pada wudlu
- Melihat air diluar salat atau menyangka ada air seperti terlihatnya fatamorgana atau kafilah yang lewat. Salat yang dilakukan termasuk salat yang wajib di Qodho seperti tayamum orang yang mukim karena tidak ada air. Sedangkan bila salat yang dilakukan adalah salat yang tidak wajib di qodlo seperti tayamum musafir maka tayamum tersebut tidak batal.
Sementara itu, bila orang yang bersangkutan melihat air di pertengahan salat maka dia tidak boleh menghentikan salatnya. Tetapi harus tetap menyempurnakannya. juga tidak wajib mengqadha salat nya kecuali dia meyakini bahwa ada air. Sebab salat yang dilakukan itu tidak gugur kewajibannya dengan tayamum.
Alasan tidak boleh menghentikan salat adalah karena dia sedang melakukan salat dengan memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan di atas.
enurut Imam Syafi’i, tayamum dan salatnya tidak batal karena salat sedang dilakukan dengan syarat yang memadai. Selain itu orang tersebut tidak wajib pula untuk mengulangi shalatnya.
Dan bila salat itu wajib mengulangi maka berarti hal itu akan membatalkan salat yang sudah memenuhi syarat.
Dan karena orang yang bersangkutan telah melaksanakan salat yang hanya dapat dilakukan dengan wudlu, sementara penggantinya itu adalah tayamum.
Melakukan hal yang hanya dapat dilakukan sebuah amalan pengganti tidak membatalkan pada hukum pengganti.
Sebagaimana puasa yang harus dilakukan sebagai hukum kafarat karena melanggar sumpah.aTetapi kemudian orang yang melakukannya menemukan budak yang dimerdekakan maka dia tidak membebaskan budak tersebut.
Apabila salat lakukan adalah salat yang harus di Qadha seperti sholatnya orang mukim yang dilakukan dengan tayamum maka menurut pendapat yang shahih hal itu akan membatalkan salat tersebut.
karena sekalipun salat itu ditunaikan dengan sempurna Ia tetap tidak dianggap karena ternyata tetap harus diganti maka salat itu tidak perlu disempurnakan atau diulang.
3. Murtad. Murtad artinya keluar dari agama Islam. Murtad menjadi penyebab batalnya tayamum menurut pendapat yang shahih hal ini berbeda dengan wudhu karena tayamum adalah amalan pengganti dan tidak ada kemurahan hukum jika seseorang telah murtad.
Tidak sebagaimana wudlu yang bisa menghilangkan hadast. Ia mempunyai daya kesinambungan hukum . oleh karenanya basuhan dalam wudlu tidak bisa batal begitu saja hanya karena orang melakukannya murtad demikian menurut pendapat yang masyhur.
Demikian pembahasan tentang Tata cara tayamum sesuai sunnah yang bisa penulis suguhkan ke hadapan pembaca sekalian. Semoga bermanfaat.
Jika artikel ini bermanfaat silahkan share ya ke sosial media anda. Semoga artikel sederhana ini bermanfaat untuk saudara dan teman kita.