Sanghyang Asta Dewa

Menggali Kekuatan Batin: Sanghyang Asta Dewa Sebagai Jembatan Spiritualitas

Diposting pada

Sanghyang Asta Dewa, pemimpin delapan dewa di Pulau Jawa, menjadi pusat perhatian dalam mitos dan legenda yang melingkupi kehidupan spiritual masyarakat Jawa. Dalam mitosnya, Asta Dewa mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga tercipta kedamaian dan kesejahteraan bagi semua.

Dalam kisah ini, Asta Dewa memiliki dua putra, Joyo Menggolo yang menjadi penguasa Gunung Lawu, dan Joyo Wiseso. Namun, ada satu Sanghyang yang memeluk agama Islam dan keluar dari ajaran para Sanghyang, sehingga hanya tersisa sembilan Sanghyang termasuk Asta Dewa.

Mari kita mengambil pelajaran dari kisah Asta Dewa dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan kita, dengan menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan yang ada.

Table of Contents

Siapakah Sanghyang Asta Dewa?

Sanghyang Asta Dewa adalah salah satu tokoh mitologi Jawa yang memiliki gelar Sanghyang dan merupakan pemimpin dari delapan dewa yang ada di Pulau Jawa. Nama “Asta Dewa” sendiri berasal dari bahasa Jawa, di mana “Asta” berarti delapan dan “Dewa” berarti dewa. Oleh karena itu, Asta Dewa dapat berarti sebagai pemimpin dari delapan dewa.

Menurut mitos, Asta Dewa memiliki dua putra yang bernama Joyo Menggolo dan Joyo Wiseso. Joyo Menggolo terkenal juga dengan sebutan Eyang Lawu, yang merupakan penguasa Gunung Lawu. Sedangkan Joyo Wiseso tidak tersebutkan lebih lanjut mengenai tempat kediamannya.

Selain itu, Asta Dewa juga memiliki seorang istri yang berwujud Naga Hitam dan saat ini diyakini berada di sungai Brantas. Namun, dalam cerita mitologi Jawa, Asta Dewa tergoda oleh salah satu penguasa Laut Selatan yang memiliki tubuh Naga berwajah.

Meskipun Asta Dewa adalah sosok yang kuat dan memiliki pengaruh besar dalam mitologi Jawa, saat ini hanya tersisa sembilan Sanghyang termasuk Asta Dewa. Hal ini dikarenakan salah satu Sanghyang telah memeluk agama Islam dan keluar dari ajaran para Sanghyang.

Secara keseluruhan, Sanghyang Asta Dewa adalah sosok mitologi Jawa yang memiliki peran penting sebagai pemimpin delapan dewa di Pulau Jawa. Meskipun hanya merupakan cerita mitos, keberadaan Asta Dewa dan Sanghyang lainnya masih menjadi bagian dari warisan budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa.

Silsilah Sanghyang Asta Dewa

Sanghyang Asta Dewa adalah salah satu tokoh mitologi Jawa yang memiliki gelar Sanghyang dan menjadi pemimpin delapan dewa yang ada di Pulau Jawa. Asta Dewa memiliki beberapa anak, di antaranya adalah Rahyang Jaya Manggala atau Joyo Mongolo yang bersemayam di Gunung Lawu, Rahyang Jayawisesa atau Rahyang Joyo Wiseso yang mendiami Alas Purwo di Banyuwangi, dan Rahyang Jaya Darma atau Rahyang Joyo Dormo yang menguasai Gunung Salak.

Beliau juga memiliki istri yang berwujud Naga Hitam yang sekarang ada di sungai Brantas. Namun, pada suatu hari, Asta Dewa tergoda dengan salah satu penguasa Laut Selatan yang memiliki tubuh Naga berwajah.

Mitos ini menyebutkan bahwa di Pulau Jawa sebenarnya terdapat sepuluh Sanghyang, namun sekarang hanya tersisa sembilan Sanghyang termasuk Asta Dewa. Hal ini dikarenakan salah satu Sanghyang telah memeluk agama Islam dan keluar dari ajaran para Sanghyang.

BACA JUGA :   Rahasia Arti Mimpi Diberi Kerudung Oleh Seseorang Terkuak!!

Dengan demikian, silsilah Sanghyang Asta Dewa dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Asta Dewa (Sanghyang Asta Dewa)
  • Rahyang Jaya Manggala atau Joyo Mongolo (Penguasa Gunung Lawu)
  • Rahyang Jayawisesa atau Rahyang Joyo Wiseso (Penguasa Alas Purwo)
  • Rahyang Jaya Darma atau Rahyang Joyo Dormo (Penguasa Gunung Salak)

Namun, perlu kita ingat bahwa kisah ini merupakan mitos dan legenda yang beredar di masyarakat, sehingga tidak dapat terpastikan kebenarannya secara historis.

Apa Isi Perjanjian Asta Dewa dan Baruna?

Isi perjanjian antara Asta Dewa dan Baruna tidak terjelaskan secara spesifik dalam konteks yang ada. Namun, berdasarkan informasi yang ada, Asta Dewa adalah pemimpin delapan dewa (Sanghyang) yang ada di Pulau Jawa. Asta Dewa memiliki dua putra, yaitu Joyo Menggolo yang juga terkenal sebagai Eyang Lawu (Penguasa Gunung Lawu) dan Joyo Wiseso. Asta Dewa juga memiliki seorang istri yang berwujud Naga Hitam dan berada di Sungai Brantas.

Sementara itu, Baruna adalah salah satu penguasa Laut Selatan yang memiliki tubuh Naga. Tidak terjelaskan secara spesifik mengenai perjanjian antara Asta Dewa dan Baruna dalam konteks yang telah tersedia.

Dalam kisah tersebut, terdapat cerita pertempuran antara Asta Dewa dengan Syekh Subakir yang teranggap membawa ajaran baru dan mengganggu ketenangan beberapa Sanghyang atau alam gaib di Pulau Jawa.

Setelah pertempuran berlangsung selama 40 hari, Asta Dewa membolehkan Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan persyaratan kesepakatan tertentu. Salah satu persyaratan tersebut adalah agar ajaran Islam dapat menyebar luas, namun agama atau keyakinan yang teryakini oleh Asta Dewa tidak boleh kita hilangkan, terutama di tanah Jawa.

Siapa Saja Sahyang Pengusaha Tanah Jawa?

Sanghyang adalah sebutan untuk dewa-dewa dalam kepercayaan tradisional Jawa. Dalam mitologi Jawa, terdapat beberapa Sanghyang yang menjadi penguasa atau penghuni tertentu di pulau Jawa. Salah satu Sanghyang yang terkenal adalah Sanghyang Asta Dewa.

Beliau adalah pemimpin delapan dewa yang ada di pulau Jawa. Delapan dewa tersebut adalah Rahyang Jaya Manggala (Joyo Mongolo) yang bersemayam di Gunung Lawu, Rahyang Jayawisesa (Joyo Wiseso) yang mendiami Alas Purwo di Banyuwangi, Rahyang Jaya Darma (Joyo Dormo) yang menguasai Gunung Salak, dan Rahyang Jaya Dharmo yang terpercaya berada di Gunung Semeru.

Selain itu, terdapat juga Sanghyang Surya Candra yang menguasai Kekayaan Alam, Sanghyang Kuwera yang menguasai Arwah Manusia, dan Sanghyang Siwa. Berfungsi sebagai sumbu dalam pengaturan titah Sang Hyang Asta Dewata. Sanghyang Siwa juga terkenal dengan sebutan Dewata Nawa Sanga di setiap penjuru mata angin.

Namun, perlu kita ingat bahwa cerita tentang Sanghyang ini bersifat mitos dan legenda yang berasal dari kepercayaan tradisional Jawa. Meskipun demikian, keberadaan Sanghyang ini masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, terutama dalam upacara adat dan kepercayaan spiritual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *