fataya.co.id – Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di Indonesia.
Selanjutnya, NU terkenal dengan toleransinya terhadap tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, sementara Muhammadiyah terkenal dengan istilah pemurnian Islam dan gebrakannya dalam dunia pendidikan.
Selian itu, Memiliki jumlah anggota yang sangat besar, NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Terakhir, NU terkenal dengan toleransi terhadap tradisi Indonesia, sedangkan Muhammadiyah terkenal dengan gebrakannya di pendidikan.
Lalu, Apa perbedaan antara keduanya, yaaa?
Table of Contents
A. Perbedaan NU dengan Muhammadiyah Dalam Pengaruh Guru
Awalnya KH. Ahmad Dahlan terpengaruh oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang.
Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida sebagai guru-gurunya.
Kecenderungan orientasi keagamaan yang terbawa oleh para guru kepada pendiri Muhammadiyah ini adalah soal Reformisme (Tajdîd) Islam, Puritanisasi atau Purifikasi (pemurnian) ajaran Islam, Islam Rasional, dan Pembaruan sistem pendidikan Islam.
Sementara, pada KH. Hasyim Asy’ari, para guru yang berpengaruh adalah KH Kholil Bangkalan, KH Ya‟kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar,
Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany.
Selain itu, kecenderungan orientasi keagamaan yang terbawa oleh para guru ini adalah soal Penganjur Fiqih Madzhab Sunni terutama madzhab Syafi’i, menekankan pendidikan tradisional (pesantren), dan praktek Tasawuf dan /tarekat , dan Faham Ahlusunnah Wal Jama’ah.
B. Perbedaan NU dengan Muhammadiyah Dalam Pemahaman
Berikut ini adalah perbedaan dalam pemahaman antara NU dan Muhammadiyah
Nahdlatul Ulama:
- Awalnya pengaruh KH Kholil Bangkalan, KH Ya’kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany
- Selain itu, NU membaca qunut saat salat subuh, dan juga membaca selawat setelah adzan
- Kemudian saat tarawih, NU melaksanakannya sebanyak 20 rakaat
- Niat salat membaca ushalli
- Niat puasa dengan membaca nawaitu sauma ghadin, niat wudlu dengan membaca nawaitu wudu’a
- Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren)
- Bacaan dzikir setelah salat dengan suara nyaring
- Adzan subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum
- Adzan Jum’at dua kali
- Menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad
- Salat Id di masjid
- Menggunakan Madzhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi)
Muhammadiyah:
- Dipengaruhi oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida
- Selain itu, dalam muhammadiyah tidak membaca qunut dalam salat Subuh
- Tidak membaca selawat
- Tarawih delapan rakaat
- Niat salat tidak membaca Ushalli
- Niat puasa dan wudlu tanpa dijahr-kan
- Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi dan Selamatan (kenduren)
- Dzikir setelah shalat dengan suara pelan
- Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum
- Adzan Jum’at satu kali
- Tidak menggunakan kata Sayyidina
- Salat Id di lapangan
- Tidak terikat pada madzab dalam fikih
Penutup
Dalam menjawab pertanyaan mengenai perbedaan antara Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kita melihat perbedaan yang cukup signifikan dalam pengaruh guru pendiri dan pemahaman keagamaan.
NU, dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti KH Kholil Bangkalan, lebih cenderung pada Fiqih Madzhab Sunni, pesantren, dan praktek Tasawuf.
Sementara Muhammadiyah, yang dipengaruhi oleh tokoh seperti Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, lebih menekankan Reformisme Islam, pemurnian ajaran Islam, dan pendidikan modern.
Dengan demikian, perbedaan ini mencakup tata cara ibadah, adat-istiadat, hingga pola pemahaman keagamaan.
Meskipun keduanya memiliki peran penting dalam sejarah Islam di Indonesia, pemahaman yang berbeda ini memperkaya keragaman dalam wacana keagamaan di tanah air.