KISAH CINTA SAHABAT NABI YANG BERTEPUK SEBELAH TANGAN,

Kisah cinta sahabat nabi tentang yang bertepuk sebelah tangan ini dialami oleh pria yang bernama Mughits.

Mughits merupakan salah satu sahabat Nabi yang berstatus sebagai budak. Mughits memiliki seorang istri yang bernama Barirah yang juga berstatus seorang budak.

KISAH CINTA SAHABAT NABI YANG BERTEPUK SEBELAH TANGAN
KISAH CINTA SAHABAT NABI YANG BERTEPUK SEBELAH TANGAN

Pada suatu hari, istri Mughits, Barirah di merdekakan oleh Sayyidah ‘Aisyah sehingga statusnya  berubah menjadi wanita merdeka.

Setelah merdeka, nabi memanggil Barirah untuk memberikannya (hak khiyar) dua pilihan yaitu antara tetap menjadi istri Mughits atau berpisah dari suaminya yang masih berstatus budak itu.

Disebutkan dalam syari’at islam, bahwa seorang budak perempuan yang menjadi istri budak laki-laki kemudian seorang istri merdeka, maka baginya khiyar (pilihan untuk tetap dengan suaminya atau berpisah).

Ternyata Barirah malah memilih berpisah dengan suaminya, Bahkan ia juga mengatakan kalau ia sudah tak mau jadi istri Mughits lagi meskipun diberi banyak harta.

Sementara itu, Mughits merupakan seorang pria yang sangat mencintai istrinya Barirah. Di jalanan kota Madinah sambil terus memohon – mohon Mughits terus mengikuti kemana pun mantan istrinya itu pergi dengan Air matanya yang mengalir sampai membasahi jenggotnya.

Nabi yang tak tinggal diam pun kemudian bertanya kepada pamannya, ‘Abbas. “Wahai ‘Abbas, tidakkah engkau heran betapa besarnya rasa cinta Mughits kepada Barirah, namun Barirah sedikit pun tidak mencintai Mughits?”

Karena nabi tidak tega terus terusan melihat Mughits seperti ini, akhirnya nabi pun kembali memanggil Barirah dan bertanya,”Andai saja engkau mau kembali kepada Mughits?”

Nabi mengatakan hal itu bukan karena beliau ingin memerintahkan barirah untuk kembali dengan mughits melainkan karena beliau kasihan kepada mughits.

Tanpa mengurangi takzim Barirah kepada Nabi, ia pun memastikan dan bertanya kepada Nabi tentang maksud dari pertanyaannya untuk kembali ke Mughits.

“Wahai Rasulullah, apakah engkau sedang memerintahku?” tanya Barirah.

“Aku hanya ingin mengasihani Mughits,” jawab Rasulullah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda: “Aku hanya ingin menjadi perantara (syafi’).”

Kemudian Barirah menjawab,”Aku sudah tidak membutuhkannya lagi.”

Begitulah kehidupan, terkadang apa yang kita inginkan tidak selalu terwujud. Itu mengingatkan kita akan arti tawakal kepada Allah, dan mengingatkan kita tentang takdir Allah bahwa setiap yang dikehendaki Allah pastilah terjadi. Sebagaimana ayat berikut :

“كل ما شئت ، اللهم ، لا بد أنه حدث رغم أنني لم أرغب فيه ، وكل ما أردته ، إذا كنت لا تريده ، ما كان ليحدث”.

“Segala apa yang telah engkau kehendaki  Ya Allah pastilah terjadi walaupun aku tak menghendakinya, dan setiap yang kuinginkan, jika engkau tak menghendakinya terjadi, niscaya tidak akan pernah terjadi.”

Seberapa besar pun usaha Mughits, jika Allah tidak menghendaki hati Barirah mencintainya, tentu ia tak akan mencintainya.

Tak hanya kisah cinta sahabat nabi  yang bertepuk sebelah tangan saja, nabi Muhammad Shallalah Alaihi Wassalam pun juga pernah merasakan kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Perjalanan rumah tangga Rasulullah dengan Khadijah kini sudah menjadi salah satu kisah cinta yang sangat romantis sepanjang massa. Namun, meski  rassulullah sangat mencintai Khadijah, perempuan mulia itu ternyata bukan cinta pertama Rasulullah melainkan Fakhitah yang merupakan Putri dari pamannya, Abu Thalib sekaligus sepupunya yang menjadi cinta pertama rassulullah.

Pada saat itu nabi berusia 20 tahun atau 5 tahun sebelum beliau menikahi Khadijah. Rasulullah sempat melamar Fakhitah, Namun keinginannya bersanding dengan sang sepupu untuk membangun rumah tangga tak tercapai. Karena lamarannya ditolak oleh pamannya sendiri, Abu Thalib.

Rasa cinta yang begitu dalam tumbuh di hati nabi Muhammad muda. Saat itu nabi Muhammad sampai rela memohon mohon kepada pamannya agar di izinkan untuk menikahi putrinya.

Namun, Abu Thalib sudah memiliki rencana lain. Dengan menikahkan fakhitah dengan Hubayrah, yang merupakan putra dari saudara ibu Abu Thalib yang berasal dari Bani Makhzum, dan ia juga telah melamar Umm Hani jauh sebelum rasulullah melamarnya.

Sang paman hanya ingin menikahkan putrinya itu dengan pria dari silsilah keluarga Aminnah yang merupakan ibu rasulullah.

Abu Thalib pun menjelaskan apa alasan keputusannya menolak lamaran rasulullah dan malah menikahkan fakhtitah atau di sebut Umm Hani dengan Hubayrah, ternyata demi menjaga hubungan baik kedua kabilah, sesuai tradisi arab kala itu.

Dengan iklas dan lapang dada, nabi Muhammad pun menerima penolakan pamannya  yang amat dicintainya itu, Meski ditinggal menikah oleh perempuan yang beliau cintai, nabi Muhammad pun tak terus terusan  larut dalam kesedihan. Hingga nabi pun menemukan siti Khadijah dan menikahinya, saat bersama Khadijah, Rasulullah memiliki enam anak, yaitu dua putra dan empat putri.

Saat Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul, Fakhitah menjadi pengikutnya. Keputusan memeluk Islam membuat Fakhitah berpisah dengan suaminya, Hubayrah yang enggan masuk Islam. Ketika sudah menjadi janda, Fakhitah mengurus empat anaknya sendirian.

Di tahun 619 masehi, Khadijah wafat, Keempat putrinya dirundung perasaan duka cita, namun Rasulullah menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa Jibril baru saja datang kepadanya, untuk mengucapkan selamat dan mengatakan, “Allah telah menyiapkan tempat tinggal baginya (Khadijah) di surga.”

Setelah Khadijah wafat , Rasulullah sempat mencoba kembali untuk melamar sepupu yang menjadi cinta pertamanya tersebut.

Namun, kini lamaran Rasullullah kembali ditolak. Jika dulu pamannya lah yang menolak, kini malah Fakhitah yang menolak lamaran Rasulullah.

“Wahai Rasulullah tak ada wanita yang tak ingin menjadi istrimu, begitu pula denganku, tetapi kini aku memiliki banyak anak, jika aku menikah denganmu aku akan bingung, aku harus memilih berat ke mana. Kalau aku berat kepada suami, maka aku takut akan menelantarkan anak-anakku yang masih kecil, dan jika aku berat kepada anak aku takut zalim kepada hak suamiku. Daripada aku menjadi orang yang zalim jadi Rasulullah, maafkan saya karrena tidak bisa menerima lamaranmu.”

Seperti ini lah ketetapan Allah swt. yang dialami oleh seorang lelaki yang cintanya bertepuk sebelah tangan, ketika ia tidak mampu move on / beranjak dari situasi itu maka tidak akan ada yang mampu menolongnya sekali pun seorang Nabi.

Memaksakan perasaan cinta kepada orang lain, hanya akan membuat kita semakin dekat dengan penderitaan batin yang panjang.

Terkadang banyak orang yang menginginkan kita, namun tidak ada satu pun dari mereka yang kita inginkan. Sementara orang yang sedang kita cintai, justru ia tidak mencintai kita.

Bukan karena ia tidak baik, juga bukan karena orang yang mencintainya tidak baik, tapi ini lah pilihan dan hak.

Jangan terlalu berharap kepada seseorang, karena mungkin saja orang yang selalu ada dalam doamu itu, justru dia malah mendoakan orang lain.

Wassalammualaikum wr wb.

asuransi syariah, life insurance, car insurance, student insurance

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*