implikasi greenflation terhadap inflasi pangan dan upaya pemerintah mengatasi tantangan tersebut.

Greenflation Dalam Sorotan: Apa Dampaknya bagi Inflasi Pangan di Indonesia?

Diposting pada

Fataya.co.id – Isu “greenflation” atau inflasi hijau mencuat ke permukaan setelah disinggung oleh calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat pada Minggu (21/1/2024).

implikasi greenflation terhadap inflasi pangan dan upaya pemerintah mengatasi tantangan tersebut.

Meskipun menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, greenflation sepertinya belum menjadi persoalan utama yang dihadapi Indonesia.

Dalam konteks inflasi, Indonesia dihadapkan pada masalah yang lebih mendesak dan kompleks, terutama terkait inflasi pangan yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Dibandingkan dengan greenflation, persoalan ini masih menjadi fokus utama.

Salah satu persoalan utama adalah harga pangan yang terus bergejolak selama puluhan tahun. Inflasi kelompok volatile, terutama yang didominasi oleh kenaikan harga pangan, menjadi tantangan serius.

Tidak stabilnya pasokan, kenaikan permintaan saat Lebaran, minimnya storage pangan, dan kebijakan yang tidak mendukung petani, semuanya menjadi pemicu utama kenaikan harga pangan.

Selain itu, pasokan yang tidak menentu juga menjadi masalah serius. Harga cabai rawit, sayur mayur, dan bumbu-bumbuan seperti bawang merah selalu melonjak saat musim hujan.

Jumlah panen yang sedikit atau rusak karena hujan membuat kebutuhan tidak bisa dipenuhi, memicu kenaikan harga. Sebagai contoh, harga cabai rawit merah sempat melonjak hingga Rp 125.000 per kg pada November tahun lalu.

BACA JUGA :   Ganjar Pranowo dan Mahfud Md: Komitmen Kuat untuk Palestina!

Upaya untuk mengatasi persoalan inflasi pangan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) sejak tahun 2022. Mereka memfasilitasi sarana prasarana logistik pangan, termasuk cold storage, reefer container, air blast freezer, dan heat pump dryer di 9 provinsi sentra produksi.

Namun, hingga akhir 2023, baru 30 unit tersebar di provinsi sentra produsen dan konsumen, menunjukkan minimnya infrastruktur penyimpanan.

Selain inflasi pangan, Indonesia juga kerap menghadapi lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Pemerintah menaikkan harga BBM subsidi pada September 2022 sebesar 30%, langsung menyebabkan inflasi melonjak 1,17% (month to month/mtm) dan 4,84% (year on year/yoy) pada bulan yang sama. Ini merupakan inflasi (yoy) tertinggi sejak Oktober 2015, mencapai tujuh tahun.

Dengan adanya persoalan-persoalan ini, tampaknya greenflation masih menjadi isu sekunder, sementara Indonesia perlu lebih fokus menangani inflasi pangan yang telah menjadi permasalahan kronis.

Sumber: @cnbcindonesia 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *